Tapi ada yang tidak biasa pada hari ini.
Picture from bangordailynews.com |
Aku menyukai pekerjaanku, selain karena bayarannya bagus untuk pekerjaan yang bisa kubilang sederhana, juga karena orang-orang ini membuatku nyaman. Setidaknya, kebanyakan dari mereka.
Masuklah dua orang yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Tamu baru. Dengan sigap, aku mengantarkan menu kepada mereka, lengkap dengan senyuman termanisku, dan berkata, "Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?"
Salah satu dari mereka memandangku dari atas hingga bawah, melirik ke temannya, kemudian mereka berdua tertawa. Aku mengernyit, tidak mengerti dari mana perlakuan tidak menyenangkan ini datang. Kata-kata yang keluar dari mulut mereka kemudian memperjelas situasi.
"Sudah siap untuk pulang? Kami tidak mau orang-orang sepertimu di negara kami lagi."
Aku terpana. Hal yang kutakutkan sejak sebelum hasil referendum kemarin keluar akhirnya sudah dimulai.
Aku masih tidak bisa berkata apa-apa ketika Dan menghampiri meja mereka dan bertanya apakah ada masalah. Salah satu dari mereka menjawab, ada, ada masalah. Masalahnya adalah aku. Aku seorang pendatang yang mengambil semua pekerjaan mereka dan menikmati hasil pajak mereka. Mereka ingin aku pulang ke negaraku. Mereka ingin aku apa?
Dan meminta mereka keluar.
"Apa-apaan ini?" tanya salah satu dari mereka, marah. "Kami tidak salah, kami hanya mengatakan apa yang dipikirkan semua orang!"
"Perlakuan seperti ini tidak diterima di kafe kami," tegas Phil yang entah bagaimana sudah berada di belakangku, meletakkan tangannya di bahuku untuk menunjukkan dukungan. Aku merasa sedikit lebih baik.
"Untuk informasi Anda, Sir," aku mulai berkata, "saya lahir dan besar di negara ini, sama seperti Anda. Ini rumah saya. Saya memang sudah pulang."
Salah satu dari dua rasis itu protes, mengatakan sesuatu tentang Islam atau kulit gelapku atau hal lain yang tidak begitu aku pedulikan. Yang jelas, mereka akhirnya angkat kaki. Aku sedikit lega, tapi juga merasa bahwa ini hanyalah permulaan dari hari-hari yang tidak menyenangkan.
Aku membalikkan tubuhku, menghadap ke arah para tamu yang lain. Beberapa dari mereka sama terpakunya dengan aku tadi atas apa yang baru saja terjadi, dan beberapa lainnya - para tamu langganan - memberikan senyuman dukungan kepadaku.
Aku meminta maaf atas kejadian tidak mengenakkan barusan.
Salah satu tamu langganan kami - Louise, yang selalu memesan cokelat hangat dan duduk di samping jendela - mendekati aku, dan memberikanku sebuah pelukan yang sangat hangat. Sangat sulit bagiku untuk menahan air mataku untuk tidak jatuh. Haru menyelimuti seluruh tubuhku.
"Kamu tidak sendirian," ujarnya.
Begitu aku pulang, aku masuk ke laman sosial mediaku dan menemukan bahwa memang, aku tidak sendirian, dalam arti yang berbeda dengan yang dimaksud Louise. Akan lebih banyak rasis yang merasa benar karena Brexit, dan aku tidak bisa menyembunyikan rasa takut dan khawatirku.
Tapi aku mengingat apa yang dilakukan oleh Louise, Dan, Phil, dan tamu-tamu kafe lainnya hari ini, dan setuju bahwa aku tidak sendirian, dalam arti yang dimaksud Louise. Rasisme tidak akan menang, dan hari demi hari akan aku habiskan untuk memperjuangkan kebenaran.
1 komentar:
Like thiis, mumpung lagi happening ya pake Brexit ^^
Posting Komentar