Kaki-kaki mungil Asep dengan bersemangat membawanya berjalan sedikit berlari menuju sebuah bangunan sekolah tempat dia akan membantu bapaknya berjualan bakso hari itu. Karena malamnya dia membantu Pak Haji membersihkan mesjid kampung sampai lumayan larut, pagi ini Asep baru bangun ketika matahari sudah lumayan tinggi. Semoga waktu istirahat SD itu belum mulai, pikir Asep, membawa kakinya untuk berjalan lebih cepat lagi. Waktu istirahat adalah waktu yang sangat kacau. Anak-anak seumurannya banyak yang memesan bakso Bapak sehingga Bapak kewalahan. Asep tidak mau memikirkan bapaknya repot melayani semua anak-anak itu sendirian. Ah, tanggung, dia berlari saja.
Ketika ia menukik di sebuah belokan, ia merasakan tubuhnya menghantam sesuatu dengan sangat keras yang membuatnya sedikit terpental, jatuh ke tanah. Sakit! Dengan tangan mengelus-elus pantatnya yang kesakitan, Asep dengan sigap berdiri dan mencari penyebab jatuhnya.
Ah, ternyata tadi dia bertabrakan dengan anak seumurnya. Anak itu berpakaian seragam lengkap dengan dasi dan topi. Sepatu hitamnya bagus sekali, pikir Asep. Asep mengulurkan tangannya, menawarkan bantuan untuk membantunya berdiri. Anak itu meraih tangannya.
Kedua bocah laki-laki itu saling sibuk membersihkan baju masing-masing--Asep dengan baju lusuh keturunan kakaknya dan anak itu dengan seragam bagusnya. "Maaf ya," ujar anak itu, "aku nggak liat-liat depan."
"Ah, nggak apa-apa," ujar Asep tersenyum. Orang yang baik, pikirnya, tapi rasanya ada yang aneh. Kenapa dia malah berada di luar kelas, ya... "Eh! Waktu istirahatnya udah mulai?" tanyanya panik sejurus kemudian begitu mengingat tentang bapak dan tujuan utamanya pergi ke SD itu. "Wah, gawat! Maaf ya, aku pergi duluan!"
Belum sempat Asep mengambil ancang-ancang untuk kembali berlari, anak itu menjawab dengan cepat, "Belum!"
Asep memandang anak itu aneh, seperti bertanya, "Terus kenapa kamu ada di sini?" dengan matanya.
Anak itu menunduk, seperti menunjukkan perasaan bersalah. "Aku... Aku bolos," ujarnya lirih. "Aku bolos kelas."
"Hah? Kenapa?" tanya Asep. "Kalo aku sih mendingan sekolah, deh. Pake seragam, duduk di kelas yang adem, belajar, punya banyak temen. Bukannya nggak mau bantuin ibu sama bapak kerja sih, tapi kan kalo sekolah bisa jadi pinter, bisa jadi presiden."
Anak itu termenung mendengar ucapan Asep. "Kamu bantuin ibu sama bapak kamu kerja?"
"Iya, bantuin bapak jualan bakso sampe siang, nanti gantian bantuin ibu jualan di pasar. Soalnya biar gini-gini juga, aku pinter ngitung, apalagi duit!" Asep menjawab bangga.
Anak itu memandang Asep dengan bangga. "Wow, hebat ya. Aku pasti nggak bisa bantuin mama sama papa aku kerja. Abis mereka kerjanya kayak gimana aja aku nggak tau."
"Kok bisa nggak tau sih?"
"Ya abis ketemunya kalo Sabtu sama Minggu doang, sih. Kalo hari-hari aku sekolah, mereka juga sibuk kerja. Pulangnya Maghrib, kadang malah malem," jawab anak itu. "Ini juga aku kabur mau ketemu Mama di kantornya..."
"Kamu mau ke kantor ibu kamu? Wah, hebat! Pasti kantornya gede!" Asep terkagum-kagum.
"Iya, emang gede. Aku ke kantor Mama mau ngasih hadiah... Hari ini Mama ulang taun," ujar anak itu sambil tersenyum. "Kalo nunggu sampe Mama pulang kantor, aku takut nggak sempet ketemu. Makanya... Aku bolos aja."
Asep mengangguk-angguk mengerti. "Kalo gitu, salam buat mama kamu ya, selamat ulang taun! Aku harus cepet-cepet ke tempat Bapak nih, takut keburu telat bantuinnya," ujarnya penuh sesal. Sesungguhnya, dia masih ingin berbincang lebih lama dengan anak yang hidupnya jauh berbeda dengannya ini.
Anak itu balas mengangguk, "Kamu juga yang semangat ya bantuinnya!"
Asep tersenyum, kemudian mulai berlari. Belum jauh ia berlari, anak itu berseru, "Eh, tunggu!" membuatnya berhenti dan berputar. "Nama kamu siapa?" seru anak itu.
"Asep!" jawab Asep, "Kalo kamu?"
"Joni!" seru anak itu. "Nama aku Joni! Besok kamu bantuin bapak kamu di sini lagi nggak?"
Asep mengangguk penuh semangat.
Anak itu--Joni--menyengir lebar. "Besok kita ngobrol lagi, ya!"
Asep kembali mengangguk, masih penuh semangat. Kemudian sambil saling melambai, kedua bocah itu berlari menuju orangtua mereka masing-masing, sambil sama-sama berharap bahwa besok datang dengan cepat.
"Hari ini aku dapat teman baru!"
1 komentar:
Begini ini yang suka. :D
Bahasanya mengalir. ^^
Terus, ejaannya baku. Enak banget dibaca. :D
Dan saya berpikir, tema harian seperti ini bisa saya coba juga... ^^
Posting Komentar