Jumat, 18 Agustus 2017

Antara Hitam dan Putih



Putih.
Hitam.
Putih.
Hitam.
Putih.
Hitam.

Putih adalah kita, kau bilang.
Putih adalah kita, dan hitam adalah mereka.
Hitam adalah mereka dan bukan kita.
Tidak pernah kita.
Tidak akan pernah kita.
Hitam tidak pernah putih, dan putih tidak sudi menjadi hitam.

Karena putih di atas hitam,
Dan hitam tenggelam di dasar kolam
Jauh, jauh, jauh di bawah
Tinggalkan
Lupakan
Hitam

Abu-abu? Tanyaku.
Tidak! Jawabmu.

Putih.
Hitam.
Putih.
Hitam.
Putih.
Hitam.

Hal lainnya tidak penting, katamu.

Pintu.
Pintu cokelat.
Aku pamit, pergi sebentar.
Kau mengangguk.
Aku buka pintu cokelat itu.

Kemudian merah!
Ungu!
Hijau!
Dan warna-warna yang sebelumnya tidak aku tahu nyata
Berlarian, berkeliaran bebas
Menggenggam tanganku,
Memeluk tubuhku,
Menatap mataku,
Dan mengenaliku.

Pintu.
Pintu cokelat.
Aku mengucap salam, tanda kembali.
Kau menyambut
Aku kembali ke hadapanmu.

Merah, ku bilang.
Ungu! Hijau!

Tapi senyum yang kucari tak bertengger di wajahmu.

Geleng geleng geleng kepalamu.

Putih.
Hitam.
Putih.
Hitam.
Putih.
Hitam.

Kau bilang,
Putih adalah kita, dan hitam adalah mereka.
Tidak ada merah, atau ungu, atau hijau.
Putih adalah aku, dan aku tidak sudi menjadi hitam.
Aku tidak sudi kau menjadi hitam.

Maka aku mengangguk, lalu berkata,
"Putih."

Lalu kau mengangguk, dan berlalu.

Tak kauperhatikan merah, ungu, dan hijau yang kujaga di hatiku.

Tidak ada komentar: