Jumat, 29 Juni 2018

Perjamuan Luar Biasa

Mataku terbuka tiba-tiba ketika mendengar keributan orang-orang di luar. Ada apa ya? Terakhir kali ada ribut-ribut seperti ini, Katara dan Sokka membawa pulang seorang bocah yang tidak memiliki rambut alih-alih ikan untuk kami makan seperti biasa. Jangan-jangan kali ini mereka menemukan anak perempuan?

Hal pertama yang aku deteksi ketika keluar dari tenda tempat tinggalku adalah ketakutan. Dalam delapan tahun hidupku, aku belum pernah menemukan rasa cemas sebesar ini di Suku Air Selatan. Panik menguasai tubuhku, memaksaku diam di tempat sementara mataku memindai kerumunan untuk mencari ibuku.

Yang kudapati, justru, adalah moncong sebuah kapal laut besar yang berhasil mendobrak benteng salju desa kami. Di depannya, berdiri seorang kebangsaan Negara Api dengan bekas luka yang mengenaskan menutupi sebagian wajah kirinya. Berteriak-teriak ia memerintah seseorang untuk keluar. Sang Avatar.

Kalau aku tidak sedang terperangkap dalam teror yang besar, aku akan mengernyitkan mataku. Memang tidak banyak hal yang aku tentang dunia, tapi satu hal yang sering diceritakan oleh Nenek Kanna adalah bahwa Avatar adalah seorang legenda yang seharusnya dapat membawa keseimbangan terhadap dunia, tapi hilang sebelum perang seratus tahun ini mulai.

Tiba-tiba, anak botak bertato panah itu menampakkan dirinya. Gila, mau apa dia? Bisa apa seorang anak kecil melawan pasukan Negara Api yang telah membuat dunia ini sebuah mimpi buruk? Entah bagaimana, bocah itu berhasil membujuk Negara Api untuk membawanya pergi dengan syarat desa kami dibiarkan aman. Hal terakhir yang aku lihat sebelum kapal itu akhirnya meninggalkan kami adalah luka di wajah sang Pangeran ketika dia berbalik menjauhi kami.

Beberapa tahun kemudian, aku melihat kembali luka itu. Masih aku ingat betapa pasrahnya aku merasa ketika terakhir kali dia ada di hadapanku. Sekarang, keadaan berbeda.

"Fire Lord Zuko, selamat datang ke kediaman sederhana kami di Kutub Selatan," ujarku seraya memberikan tanganku. Disambutnya dengan jabatan yang hangat, "Terima kasih, Ketua Suku."

Aku mengangguk, kemudian menjabat tangan yang lain. "Terima kasih atas kedatangan Anda, Avatar Aang."

Dia membalasnya dengan senyuman yang lebar. Dia mungkin tidak mengingat aku, tapi seringai itu tidak pernah aku lupakan. Sulit dipercaya, tapi bocah botak inilah yang berhasil membuat dunia dari mimpi buruk menjadi kenyataan yang indah, dibantu oleh pemilik luka di wajah kirinya yang kini menjadi salah satu pemimpin paling bijaksana yang pernah hidup.

Gila. Ini semua dapat terjadi gara-gara suatu hari Katara dan Sokka menemukannya terperangkap di bongkahan es berumur satu abad. Aku bergidik membayangkan bagaimana jadinya kehidupan sekarang jika mereka tidak pernah menemukan Aang...

Ah, sudah, jangan dipikirkan. Tidak ada waktu untuk itu. Sekarang aku harus menjamu sang Avatar dan Fire Lord dan berbincang tentang perdamaian yang akhirnya kami semua dapatkan.

Tidak ada komentar: