Mataku terbuka tiba-tiba ketika mendengar keributan orang-orang di luar. Ada apa ya? Terakhir kali ada ribut-ribut seperti ini, Katara dan Sokka membawa pulang seorang bocah yang tidak memiliki rambut alih-alih ikan untuk kami makan seperti biasa. Jangan-jangan kali ini mereka menemukan anak perempuan?
Hal pertama yang aku deteksi ketika keluar dari tenda tempat tinggalku adalah ketakutan. Dalam delapan tahun hidupku, aku belum pernah menemukan rasa cemas sebesar ini di Suku Air Selatan. Panik menguasai tubuhku, memaksaku diam di tempat sementara mataku memindai kerumunan untuk mencari ibuku.
Yang kudapati, justru, adalah moncong sebuah kapal laut besar yang berhasil mendobrak benteng salju desa kami. Di depannya, berdiri seorang kebangsaan Negara Api dengan bekas luka yang mengenaskan menutupi sebagian wajah kirinya. Berteriak-teriak ia memerintah seseorang untuk keluar. Sang Avatar.
Kalau aku tidak sedang terperangkap dalam teror yang besar, aku akan mengernyitkan mataku. Memang tidak banyak hal yang aku tentang dunia, tapi satu hal yang sering diceritakan oleh Nenek Kanna adalah bahwa Avatar adalah seorang legenda yang seharusnya dapat membawa keseimbangan terhadap dunia, tapi hilang sebelum perang seratus tahun ini mulai.
Tiba-tiba, anak botak bertato panah itu menampakkan dirinya. Gila, mau apa dia? Bisa apa seorang anak kecil melawan pasukan Negara Api yang telah membuat dunia ini sebuah mimpi buruk? Entah bagaimana, bocah itu berhasil membujuk Negara Api untuk membawanya pergi dengan syarat desa kami dibiarkan aman. Hal terakhir yang aku lihat sebelum kapal itu akhirnya meninggalkan kami adalah luka di wajah sang Pangeran ketika dia berbalik menjauhi kami.
Beberapa tahun kemudian, aku melihat kembali luka itu. Masih aku ingat betapa pasrahnya aku merasa ketika terakhir kali dia ada di hadapanku. Sekarang, keadaan berbeda.
"Fire Lord Zuko, selamat datang ke kediaman sederhana kami di Kutub Selatan," ujarku seraya memberikan tanganku. Disambutnya dengan jabatan yang hangat, "Terima kasih, Ketua Suku."
Aku mengangguk, kemudian menjabat tangan yang lain. "Terima kasih atas kedatangan Anda, Avatar Aang."
Dia membalasnya dengan senyuman yang lebar. Dia mungkin tidak mengingat aku, tapi seringai itu tidak pernah aku lupakan. Sulit dipercaya, tapi bocah botak inilah yang berhasil membuat dunia dari mimpi buruk menjadi kenyataan yang indah, dibantu oleh pemilik luka di wajah kirinya yang kini menjadi salah satu pemimpin paling bijaksana yang pernah hidup.
Gila. Ini semua dapat terjadi gara-gara suatu hari Katara dan Sokka menemukannya terperangkap di bongkahan es berumur satu abad. Aku bergidik membayangkan bagaimana jadinya kehidupan sekarang jika mereka tidak pernah menemukan Aang...
Ah, sudah, jangan dipikirkan. Tidak ada waktu untuk itu. Sekarang aku harus menjamu sang Avatar dan Fire Lord dan berbincang tentang perdamaian yang akhirnya kami semua dapatkan.
Tampilkan postingan dengan label avatar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label avatar. Tampilkan semua postingan
Jumat, 29 Juni 2018
Kamis, 23 Juni 2016
Predicament (30 Hari Menulis #23: Action)
I find myself in a predicament: there are fireballs traveling in what seems like light speed heading my way.
I imagine it would suck so hard if they made contact with my bare face. Good thing I managed to block it with a water barrier, then.
The firebender moves to my left, and I don't waste any time. I bend the barrier into ice spikes and send them his way. He's too fast, though. I swear it's barely physically impossible to move directions while you're running as quickly as he did, but if it's him, anything's possible.
I try my luck, locking him in an ice jail as he runs past a trail of water from the lake right next to us as fast as I can. It works, and I almost smile victoriously before I notice his grin.
He heats his whole body. The ice is melting, so I quickly get into the lake before he sets himself free. I surround myself with water tentacles, and dear God it takes so much of my energy when it's midday and I can't borrow the power of my brother's dead ex-girlfriend. I don't show it, though.
He breaks free.
I try to hit him with one of my water tentacles, but he dodges it to the right. Unlucky for him, though, I've already readied the second tentacle.
SPLASH.
He's soaked all over, his long hair glistening under the sun. He looks at me for a fraction of a second, and he runs.
Toward me.
Into the big, deep lake.
Is he crazy? This is completely my territory!
Confused, I freeze the surface to lock him in, but he's already swimming deeper by the time the water freezes above him.
My heart pounds as I wait for him to break the already melting frozen surface and show himself, but it's been a second too long. Where is he?
The sudden heat of the water surrounding me answers my question. I'm startled at the temperature that rised way too quickly, and lose my balance. I fall into the water.
I haven't had time to make sense of my surroundings when I see the fire in his eyes approaching me.
I could have just frozen the water around him before he reaches me, but I'm out of breath and energy and my lungs are just screaming at me demanding oxygen, so I quickly move my legs and swim towards the completely melted surface.
I gasp for air, taking enough to get ready to dive back in and find him, but before I can do anything, his face shows itself right next to me.
"Tag," he smirks as he places his hand on my head, "you're it."
I imagine it would suck so hard if they made contact with my bare face. Good thing I managed to block it with a water barrier, then.
The firebender moves to my left, and I don't waste any time. I bend the barrier into ice spikes and send them his way. He's too fast, though. I swear it's barely physically impossible to move directions while you're running as quickly as he did, but if it's him, anything's possible.
I try my luck, locking him in an ice jail as he runs past a trail of water from the lake right next to us as fast as I can. It works, and I almost smile victoriously before I notice his grin.
He heats his whole body. The ice is melting, so I quickly get into the lake before he sets himself free. I surround myself with water tentacles, and dear God it takes so much of my energy when it's midday and I can't borrow the power of my brother's dead ex-girlfriend. I don't show it, though.
He breaks free.
I try to hit him with one of my water tentacles, but he dodges it to the right. Unlucky for him, though, I've already readied the second tentacle.
SPLASH.
He's soaked all over, his long hair glistening under the sun. He looks at me for a fraction of a second, and he runs.
Toward me.
Into the big, deep lake.
Is he crazy? This is completely my territory!
Confused, I freeze the surface to lock him in, but he's already swimming deeper by the time the water freezes above him.
My heart pounds as I wait for him to break the already melting frozen surface and show himself, but it's been a second too long. Where is he?
The sudden heat of the water surrounding me answers my question. I'm startled at the temperature that rised way too quickly, and lose my balance. I fall into the water.
I haven't had time to make sense of my surroundings when I see the fire in his eyes approaching me.
I could have just frozen the water around him before he reaches me, but I'm out of breath and energy and my lungs are just screaming at me demanding oxygen, so I quickly move my legs and swim towards the completely melted surface.
I gasp for air, taking enough to get ready to dive back in and find him, but before I can do anything, his face shows itself right next to me.
"Tag," he smirks as he places his hand on my head, "you're it."
Labels:
30 Hari Menulis,
atla,
avatar,
English,
fanfic,
fanfiction,
katara,
the last airbender,
the legend of aang,
zuko
Kamis, 25 Agustus 2011
Salah
Katara harus mengakui bahwa Aang bukan seorang bocah biasa. Selepas dari fakta bahwa dia adalah Sang Avatar, kebersamaan mereka selama setahun lebih ini telah membuktikan bahwa kedewasaan Aang jauh melebihi remaja-remaja seusianya. Mungkin itulah yang membuat Katara bersedia menerima kecupan Aang yang malu-malu.
Tapi begitu bibir mereka bertemu, Katara segera menyesali keputusannya. Aang adalah sahabatnya, dan tak sekalipun Katara pernah membayangkan bahwa hubungan mereka akan berkembang lebih dari itu. Ada orang lain yang sedikit demi sedikit telah nyaman bersemayam di hatinya, yang agak sulit ia percayai karena lelaki ini pernah menyakiti dan mengkhianatinya.
Di ruangan lain di Istana Negara Api, Zuko hanya dapat tersenyum ketika Mai mengatakan bahwa ia mencintainya. Jauh di dasar hatinya, Zuko tahu, ada seorang wanita hebat yang memiliki hatinya, dan wanita itu bukan Mai, dan mungkin, hanya mungkin, Sang Avatar sedang melakukan sesuatu yang telah lama ingin dilakukannya.
Tapi begitu bibir mereka bertemu, Katara segera menyesali keputusannya. Aang adalah sahabatnya, dan tak sekalipun Katara pernah membayangkan bahwa hubungan mereka akan berkembang lebih dari itu. Ada orang lain yang sedikit demi sedikit telah nyaman bersemayam di hatinya, yang agak sulit ia percayai karena lelaki ini pernah menyakiti dan mengkhianatinya.
Di ruangan lain di Istana Negara Api, Zuko hanya dapat tersenyum ketika Mai mengatakan bahwa ia mencintainya. Jauh di dasar hatinya, Zuko tahu, ada seorang wanita hebat yang memiliki hatinya, dan wanita itu bukan Mai, dan mungkin, hanya mungkin, Sang Avatar sedang melakukan sesuatu yang telah lama ingin dilakukannya.
Labels:
aang,
avatar,
Bahasa Indonesia,
fanfic,
kataang,
katara,
mai,
maiko,
the last airbender,
the legend of aang,
zuko,
zutara
Langganan:
Postingan (Atom)